DIFUSI INOVASI
Pendekatan difusi inovasi
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru
oleh manusia atau unit adopsi
lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh
masyarakat dalam pola
yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi
segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok
masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi
tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu
dikatakan exploded atau meledak.
Kelompok pengadopsi
Rogers dan
sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna
inovasi :
1. Inovator:
Adalah kelompok orang yang berani
dan siap untuk mencoba hal-hal baru.
Hubungan sosial mereka
cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini
lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya
orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan
yang memiliki banyak teman atau relasi.
2. Pengguna awal:
Kelompok ini lebih lokal
dibanding kelompok inovator.
Kategori
adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori
lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori
ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan
keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Mayoritas awal:
Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi
kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan
berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi
inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini
menjalankan fungsi
penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah
inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati
mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah
mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya
bisa memotivasi mereka. Dalam kasus
lain, kepentingan ekonomi
mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5. Laggard:
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka
bersifat lebih tradisional,
dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul
dengan orang-orang yang memiliki pemikiran
sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi
baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan
menganggap mereka ketinggalan zaman.
Karakteristik inovasi
1. Keuntungan Relatif
Keuntungan
relatif yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya.
Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan
nilai ekonominya, atau dari faktor status sosial, kesenangan, kepuasan, atau karena
mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin
cepat tersebarnya inovasi. Misalnya, penggunaan kompor gas yang lebih hemat
bahan bakar, hemat waktu dalam memasak tentu akan lebih cepat penyebaran
inovasi tersebut.
Keuntungan
relatif suatu inovasi dipengaruhi oleh krisis. Dari hasil penyelidikan tentang
penggunaan alat pengering rumput oleh petani Amerika yang dilakukan oleh
Wilkening seperti yang dikutip oleh Abu Hanafiah, pengadopsian inovasi
meningkat dari 16 % pada tahun 1950 menjadi 48 % pada tahun 1951. Hujan dan
musim dingin pada tahun 1951 menyebabkan pengawetan jerami menjadi sulit,
sehingga petani banyak yang menggunakan alat pengering rumput. Karena adanya
krisis yang disebabkan oleh hujan dan musim dingin itu, maka penggunaan alat
pengering rumput menjadi meningkat oleh para petani. Hal ini membuat
pengadopsian inovasi oleh para petani meningkat pula.
Kecepatan
adopsi juga dipengaruhi oleh adanya pemberian insentif ekonomi kepada
masyarakatnya. Fungsi insentif adalah untuk meningkatkan taraf keuntungan
relatif suatu inovasi. Efek insentif sering kali agak mengecewakan. Biasanya
begitu insentif tidak diberikan, pengadopsian inovasi juga berhenti.
2. Kompatibel
Kompatibel
ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu, dan kebutuhan
dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang diyakini
oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang
ada di masyarakat. Misalnya, penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di
masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka
tentu saja penyebaran inovasi akan terhambat.
Suatu
inovasi mungkin kompatibel dengan nilai-nilai dan kepercayaan sosio kultural,
ide-ide yang telah diperkenalkan lebih dulu, atau masyarakat dan kebutuhannya.
Sebagai contoh, pejabat kesehatan masyarakat memperkenalkan jamban untuk
menghindari terjangkitnya wabah penyakit perut, tetapi fasilitas baru itu tidak
dipakai oleh masyarakat desa karena masyarakat desa terbiasa buang air kapan
saja dan di mana saja. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi yang tidak kompatibel
dengan nilai-nilai yang ada pada masyarakat akan sulit untuk diterima.
Selain
itu, kompatibilitas suatu inovasi dengan ide-ide sebelumnya dapat mempercepat
atau menghambat kecepatan adopsi. Jika inovasi selaras dengan praktek yang ada,
maka tidak ada inovasi. Dengan kata lain, suatu inovasi yang kompatibel adalah
yang hanya menampakkan sedikit perubahan.
Salah
satu indikasi kompatibilitas inovasi adalah sejauh mana inovasi itu dapat
memenuhi kebutuhan yang dirasakan masyarakatnya. Akan tetapi dalam prakteknya
akan sangat sulit untuk mengetahui kebutuhan nyata masyarakat. Untuk itu, maka
agen pembaharuan dituntut kemampuannya untuk dapat berempati dan akrab dengan masyarakatnya
agar dapat memperkirakan kebutuhan masyarakat.
3. Observabilitas
Yang
dimaksud dengan dapat diamati ialah mudah atau tidaknya pengamatan suatu hasil
inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima
oleh masyarakat, dan sebaliknya bila sukar diamati hasilnya, akan lama diterima
oleh masyarakat. Misalnya, mengajak para petani yang tidak dapat membaca dan
menulis untuk belajar membaca dan menulis tidak akan segera diikuti oleh para petani
karena para petani tidak cepat melihat hasilnya secara nyata.
4. Triabilitas
Triabilitas
ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Suatu inovasi
yang dapat dicoba, akan cepat diterima oleh masyarakat dari pada inovasi yang
tidak dapat dicoba lebih dahulu. Misalnya, penyebarluasan penggunaan bibit
unggul padi gogo akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat
mencoba dulu untuk menanam dan dapat melihat hasilnya.
5. Kompleksitas
Kompleksitas
ialah, tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima.
Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan
cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan
oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Misalnya penyuluh kesehatan
memberitahu masyarakat pedesaan untuk membiasakan memasak air yang akan
diminum. Sedangkan masyarakat tidak mengetahui tentang teori penyebaran
penyakit melalui kuman yang terdapat pada air minum, tentu saja ajakan
atau himbauan tersebut sukar untuk diterima, sebelum penyuluh kesehatan
tersebut memberikan pengarahan tentang penyebaran penyakit. Jadi, makin mudah
suatu inovasi dimengerti, maka akan semakin cepat diterima masyarakat.
Faktor penting Difusi
Inovasi
·
Efek
komunikasi
·
Kemampuan
dari pesan media
·
Opini
public
·
Khalayak
Difusi Inovasi menurut Everett Rogers :
·
Inovasi
adalah gagasan yang dianggap baru oleh penerima
·
Dikomunikasikan
melalui saluran saluran tertentu
·
Diantara
anggota-anggota sistem sosial
·
Secara
terus menerus
Definisi Katz mengenai difusi :
“Proses
penyebaran suatu gagasan atau praktik baru, secara terus menerus, melalui
saluran saluran tertentu, melalui struktur sosial seperti disuatu lingkungan
masyarakat, pabrik atau disuatu suku tertentu”
A.D.O.P.S.I
Proses
dimana, individu mengambil keputusan untuk mengadopsi atau menolak inovasi
mulai dari ketika ia menyadari adanya inovasi tersebut.
Lima
tahap proses adopsi
1. Tahap pengetahuan: Dalam
tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi
baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui
berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal
di antara masyarakat
2. Tahap persuasi: Tahap kedua
ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran
calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain,
ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap
ini, seseorang membuat keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau
menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan
keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi:
Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang
inovasi tersebut.
5. Tahap konfirmasi:
Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran
atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak,
seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak
menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak
jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.
5
Atribut yang mempengaruhi tingkat Adopsi ( Rogers, 1991)
· Keuntungan
relatif atau tingkat dimana suatu inovasi mengungguli gagasan yang
digantikannya
· Kompatibilitas,
atau tingkat dimana suatu inovasi konsisten dengan nilai- nilai dan pengalaman
–pengalaman masa lampau yang ada.
·
Kompleksitas,
atau tingkat dimana suatu inovasi relative sulit dipahami dan digunakan
·
Divisibilitas,
atau tingkat dimana suatu basis terbataskan
·
Komunikabilitas,
atau tingkat dimana hasil-hasil dapat dipublikasikan kepada khalayak